Pepatah bijak berbunyi “Orang baik punya masa lalu, orang jahat punya masa depan.” Kalimat itu seketika terbersit di pikiran. Kalimat yang dulu ku dengar dari seorang penceramah pada sebuah acara talkshow. Ia seorang kyai nyentrik yang suka berceramah dari satu tempat hiburan malam ke tempat hiburan malam lainnya. Ia pun sosok berkharisma yang tak pilih-pilih dalam bergaul. Salut!
Terlepas dari sosok kyai itu, lantas apa pasal sehingga kalimat bijak tersebut yang menjadi pembuka dalam tulisan ini?
Manusia seringkali susah untuk memaafkan kesalahan. Jangankan kesalahan orang lain, kesalahan diri sendiri pun terkadang susah dimaafkan. Sehingga kesalahan-kesalahan penuh sesal itu berubah menjadi beban yang menghantui, menggerogoti mental saban hari. Orang-orang semacam itu biasanya berdalih ‘susah berdamai meski dengan diri sendiri.’
Barangkali, mereka (orang-orang yang susah move on) punya cara berpikir bahwa setiap kesalahan dan dosa haruslah ditebus dengan penyucian diri dengan cara menjalani hidup ‘menderita.’ Dengan begitu mereka akan bisa lepas dari hantu-hantu itu. Apa memang benar seperti itu? Entahlah, toh itu sekedar tebakan tak berdasar jadwal pelatihan sdm di jogja.
Saya sendiri, sebagai umat beragama, lebih memilih untuk mengimani bahwa Tuhan itu Maha Pengasih. Tak ada satu pun makhluk yang luput dari belas kasih-Nya. Tuhan juga Maha Pemurah dan Maha Pemaaf. Tak ada dosa yang tak dapat diampuninya. Ada satu kisah tentang umat terdahulu yang hampir seluruh hidupnya dihabiskan untuk berbuat dosa. Tak ada satu pun dosa-dosa besar yang belum pernah dilakukan. Tetapi, pada suatu ketika terbersit dihatinya untuk bertaubat, sehingga ia pun mengambil langkah untuk menempuh jalan taubat. Sialnya, belum sempat ia beribadah sekalipun, maut sudah menghampirinya. Singkatnya, pendosa itu mendapat ampunan dari Tuhan hanya karena kesungguhan niatnya bertaubat.
Pun demikian, manusia, seburuk dan sebejat apapun itu, tetap mendapat naungan kasihnya. Hati dan pikiran yang Tuhan titipkan, tak lain merupakan potensi yang Ia anugerahkan, agar kita manusia dapat merenung, berpikir mendalam selayaknya filsuf, akan segala tindak-laku berikut segala konsekuensinya. Dengan anugerah akal pikiran itu, seharusnya manusia dapat berpikir dan menangkap tanda-tanda kasih-sayang Tuhan lewat kitab suci ataupun tanda-tanda pada segala ciptaanya. Manusia berbuat salah, itu adalah hal lumrah. Sudah terjadi sejak Adam, manusia pertama diciptakan. Bayangkan saja, Adam yang seorang nabi, kekasih-Nya, bisa terjerumus melakukan dosa, apalagi kita manusia biasa yang bukan nabi. Jangankan nabi, sekedar orang yang alim saja bukan.
Kesalahan Adam adalah melakukan pengkhianatan kepada Allah. Adam tak patuh akan perintah-Nya. Kasih Tuhanlah yang menyelamatkan Adam. Tuhan mengilhamkan kepada Adam agar ia bertaubat dan bersujud memohon ampun.
Dalam hal ini, boleh jadi, Tuhan sekaligus ingin menyiarkan kepada seluruh makhluk penjuru bumi, bahwa Ia (Allah) adalah Maha Pengampun dan Maha Menerima Taubat. Sehingga apabila kita umat manusia tergelincir dalam perbuatan dosa tak perlu segan untuk bertaubat. Kalau di pikir-pikir Tuhan begitu romantis. Cintanya kepada makhaluk ciptaannya begitu besarsampai tak terkira. Oleh sebab itu, sepatutnya tak durhaka kepada-Nya.
Komentar
Posting Komentar